Halaman

Sabtu, 27 Oktober 2012

Kesehatan Jiwa


Kesehatan Jiwa

       Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan.” Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Tidak ada satupun definisi universal kesehatan jiwa, tetapi kita dapat menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat dilihat atau ditafsirkan berbeda oleh orang lain, yang bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka penentuan definisi kesehatan jiwa menjadi sulit.



      

Klik show untuk melihat
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi oleh berbagai factor (Johnson, 1997):
a.         Otonomi dan kemandirian: Individu dapat melihat ke dalam dirinya untuk menemukan nilai dan tujuan hidup. Opini dan harapan orang lain dipertimbangkan, tetapi  tidak mengatur keputusan dan perilaku individu tersebut. Individu yang otonom dan mandiri dapat bekerja secara interdependen atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan otonominya.
b.        Memaksimalkan potensi diri: Individu memiliki orientasi pada pertumbuhan dan aktualisasi diri. Ia tidak puas dengan status quo dan secara kontinu berusaha tumbuh sebagai individu.
c.         Menoleransi ketidakpastian hidup: Individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa yang terjadi di masa depan.
d.        Harga  diri: Individu memiliki kesadaran yang realistis akan kemampuan  dan keterbatasannya.
e.         Menguasai lingkungan: Individu dapat mengahadapi dan mempengaruhi lingkungan dengan cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai kemampuan.
f.         Orientasi realitas: Individu dapat membedakan dunia nyata dari dunia impian, fakta dari khayalan, dan bertindak secara tepat.
g.        Manajemen stress: Individu dapat menoleransi stress kehidupan, merasa cemas atau berduka sesuai keadaan, dan mengalami kegagalan tanpa merasa hancur. Ia menggunakan dukungan dari keluarga dan teman untuk mengatasi krisis karena mengetahui bahwa stress tidak akan berlangsung selamanya.
          Faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang dapat dikategorikan sebagai faktor individual, interpersonal, dan sosial/budaya. Faktor individual meliputi struktur biologis, memiliki keharmonisan hidup,  vitalitas, menemukan arti hidup, kegembiraan atau daya tahan  emosional, spritualitas,  dan memiliki identitas yang positif (Seaward, 1997). Faktor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif, membantu orang lain, keintiman, dan mempertahankan keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan. Faktor sosial budaya meliputi keinginan untuk bermasyarakat, memiliki penghasilan yang  cukup, tidak menoleransi kekerasan, dan mendukung keragaman individu.

2.2     Gangguan Jiwa
          Di masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau  semangat, dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi,  diejek, dan  dikucilkan dari masyarakat “normal”. Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa dinyatakan  tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang cukup.
          Saat ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis. American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai “suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang yang  dikaitkan dengan adanya distress aatau disabilitas.
          Kriteria umum untuk mendiagnosis gangguan jiwa meliputi ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan; tidak puas hidup di dunia; atau koping yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal. Selain itu, perilaku individu yang tidak diharapkan atau dikenakan sanksi secara budaya bukan perilaku menyimpang yang menjadi indikasi suatu gangguan jiwa (DSM-IV, 1994).
          Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga kategori, yaitu :
1.        Faktor individual: meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup, dan kehilangan arti hidup (Seaward, 1997).
2.        Faktor interpersonal: meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosional
3.        Faktor budaya dan sosial: meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan, dan diskriminasi seperti perbedaan ras, golongan, usia dan jenis kelamin.
Read More..