Kesehatan Jiwa
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan.” Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Tidak ada satupun definisi universal kesehatan jiwa, tetapi kita dapat menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat dilihat atau ditafsirkan berbeda oleh orang lain, yang bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka penentuan definisi kesehatan jiwa menjadi sulit.
Klik show untuk melihat
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat
emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal
yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan
kestabilan emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi
oleh berbagai factor (Johnson, 1997):
a. Otonomi dan kemandirian: Individu dapat melihat ke dalam dirinya
untuk menemukan nilai dan tujuan hidup. Opini dan harapan orang lain
dipertimbangkan, tetapi tidak mengatur keputusan dan perilaku individu
tersebut. Individu yang otonom dan mandiri dapat bekerja secara interdependen
atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan otonominya.
b. Memaksimalkan potensi diri: Individu memiliki orientasi
pada pertumbuhan dan aktualisasi diri. Ia tidak puas dengan status quo dan
secara kontinu berusaha tumbuh sebagai individu.
c. Menoleransi ketidakpastian hidup: Individu dapat menghadapi
tantangan hidup sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak
mengetahui apa yang terjadi di masa depan.
d. Harga diri: Individu memiliki kesadaran yang
realistis akan kemampuan dan keterbatasannya.
e. Menguasai lingkungan: Individu dapat mengahadapi dan
mempengaruhi lingkungan dengan cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai
kemampuan.
f. Orientasi realitas: Individu dapat membedakan dunia nyata
dari dunia impian, fakta dari khayalan, dan bertindak secara tepat.
g. Manajemen stress: Individu dapat menoleransi stress
kehidupan, merasa cemas atau berduka sesuai keadaan, dan mengalami kegagalan
tanpa merasa hancur. Ia menggunakan dukungan dari keluarga dan teman untuk
mengatasi krisis karena mengetahui bahwa stress tidak akan berlangsung
selamanya.
Faktor
yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang dapat dikategorikan
sebagai faktor individual, interpersonal, dan sosial/budaya. Faktor
individual meliputi struktur biologis, memiliki keharmonisan hidup,
vitalitas, menemukan arti hidup, kegembiraan atau daya tahan emosional,
spritualitas, dan memiliki identitas yang positif (Seaward, 1997). Faktor
interpersonal meliputi komunikasi yang efektif, membantu orang lain, keintiman,
dan mempertahankan keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan. Faktor sosial
budaya meliputi keinginan untuk bermasyarakat, memiliki penghasilan yang
cukup, tidak menoleransi kekerasan, dan mendukung keragaman individu.
2.2 Gangguan Jiwa
Di masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan,
hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat,
dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum,
dijauhi, diejek, dan dikucilkan dari masyarakat “normal”. Sampai
abad ke-19, penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan
dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat berteduh, atau
pakaian yang cukup.
Saat
ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis. American
Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai “suatu
sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang
terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress aatau
disabilitas.
Kriteria
umum untuk mendiagnosis gangguan jiwa meliputi ketidakpuasan dengan
karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif atau
tidak memuaskan; tidak puas hidup di dunia; atau koping yang tidak efektif
terhadap peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal. Selain
itu, perilaku individu yang tidak diharapkan atau dikenakan sanksi secara
budaya bukan perilaku menyimpang yang menjadi indikasi suatu gangguan jiwa
(DSM-IV, 1994).
Faktor
yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga kategori,
yaitu :
1. Faktor individual: meliputi struktur biologis, ansietas,
kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup, dan kehilangan arti
hidup (Seaward, 1997).
2. Faktor interpersonal: meliputi komunikasi yang tidak efektif,
ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan
kontrol emosional
3. Faktor budaya dan sosial: meliputi tidak ada penghasilan,
kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan, dan diskriminasi seperti
perbedaan ras, golongan, usia dan jenis kelamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar